Kenaikan harga, mendengar kata ini jelas hal pertama yang masyarakat akan ingat adalah pemerintah,naik atau turunnya harga ditetapkan oleh pemerintah, Karena sebab ini pula setiap kali timbul akan ketidak puasan kenaikan harga,masyarakan akan berbondong-bondong menggelar aksi semacam demostrasi didepan gedung DPR yang dianggap sebagai penyalur aspirasi rakyat terhada pemerintah.
Dibalik semua itu,sesungguhnya pemerintah memiliki beberaa alasan untuk menaikkan harga. Ambil contoh kenaikan harga bbm, pada tanggal 1 april 2001 pemerintah menunda kenaikan harga bbm, dikarenakan takut akan reaksi masyarakat menentang hal tersebut. Namun sebagai akibat penundaan kenaikan harga BBM 1 April 2001 tersebut, jumlah subsidi BBM mengalami pembengkaan cukup besar dari sekitar Rp. 43 triliun menjadi Rp. 66,8 triliun seiring dengan melemahnya mata uang rupiah terhadap dollar AS. Karena itu pada tanggal 15 juni 2001 pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bbm lebih cepat dari rencana semula yaitu pada oktober 2001, yang didasarkan pada adanya komitmen pemerintah untuk mengurangi segala bentuk subsidi pemerintah secara bertahap termasuk subsidi BBM dan TDL, sesuai dengan nota kesepakatan antara pemerintah RI dengan IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI). Kedua, dengan kenaikan harga BBM dan TDL tersebut diharapkan pemerintah dapat mengurangi defisit anggaran dalam APBN 2001 dimana saat ini diperkirakan defisit anggaran sebesar Rp. 53,8 triiliun (dengan asumsi kurs rupiah Rp. 9.600,-/US dollar). Ketiga, meminimalisir kemungkinan terjadinya penyelundupan BBM, mengingat adanya disparitas harga yang cukup besar antara harga BBM dalam dan luar negeri. Sebagaimana kita ketahui bahwa selama disparitas harga BBM tersebut cukup besar, maka ada kecenderungan para pelaku bisnis untuk melakukan aksi profit taking (ambil untung). Dalam hal ini, untuk mencegah terjadinya penyelundupan BBM , nampaknya kebijakan kenaikan harga BBM saja tidaklah cukup tanpa dibarengi dengan pengamanan yang memadai.
Upaya pemerintah untuk menghindari keterpurukan ekonomi lebih dalam lagi disatu sisi dapat dipahami, namun disisi lain justru akan berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Hal ini mengingat bahwa kebijakan menaikkan harga BBM dan TDL secara serempak pada 15 Juni 2001 bukanlah waktu yang tepat, mengingat beberapa alasan, antara lain: Pertama, kebijakan pemerintah tersebut bukan mustahil akan disambut oleh masyarakat secara luas dengan berbagai aksi demo, kedua, pemerintah baru saja menaikkan harga BBM untuk industri sekitar 50 s/d 100 persen yang ujung-ujungnya jelas menambah beban masyarakat konsumen secara keseluruhan. Ketiga , situasi politik pascamemorandum 2 yang nampaknya akan menggiring pada SI MPR, jelas tidak mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dan TDL secara bersama-sama.Dan yang terakhir kalau keterpurukan ekonomi diatasi dengan menaikkan harga BBM dan TDL.
Dari kasus tersebut terlihat jelas dampak kebijakan menaikan harga yang diambil pemerintah tidak lepas dari pro dan kontra. Pro dan kontra yang muncul tersebut membuat pemerintah akan sangat berhati-hati dalam hal ini, karena terkadang ketidakpuasan masyarakat yang terus menerus akan membuat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, lebih jauh lagi tidak jarang masyarakat meminta agar presiden turun (dalam artian melepas jabatan). Jadi bukan bukan hanya masyarakat dan para produsen saja yang mendapatkan dampak positif maupun negative dari kenaikan harga,tapi juga pemerintah yang notabene memutuskan akan menaikkan harga tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar